Flashback sedikit, semasa sekolah dan kuliah, aku memang selalu bercita-cita untuk menjadi seorang pengusaha. Saat itu, aku nggak berencana untuk bekerja dengan orang setelah aku lulus kuliah nanti, aku akan merintis usahaku sendiri. Bahkan, aku sudah mengelola e-commerce sendiri saat duduk di bangku SMA 2. Aku berpikir demikian karena aku nggak menyukai aturan, aku berencana untuk membuat schedule dan cara kerja ku sendiri. Tetapi nyatanya setelah sampai di semester akhir perkuliahan, aku memutuskan untuk bekerja di salah satu bank swasta. Padahal, profitnya sudah hampir dua kali lipat melebihi gajiku sekarang. Kenapa?
Pertama, aku nggak berhenti berbisnis sepenuhnya. Aku hanya menambahkan satu pekerjaan full time ke dalam kehidupanku. Tapi perlu ku akui, fokusku memang lebih ke pekerjaan ku di kantor dibanding ke bisnisku. Karena terus terang, nggak mudah untuk mengelola dua pekerjaan besar dalam satu waktu yang bersamaan. Aku memutuskan untuk menjadi seorang pegawai karena aku perlu mempelajari proses bisnis sesungguhnya yang berjalan di sebuah perusahaan besar, belajar dari orang yang sudah lebih ahli di bidangnya, networking, dan juga persiapan "modal" untuk masa depan. Usiaku saat ini masih 23 tahun, lowongan pekerjaan masih terbuka lebar untuk orang-orang seusiaku. Kalau kalian lihat detail kualifikasi beberapa lowongan pekerjaan, rata-rata memiliki requirement orang-orang yang sudah memiliki pengalaman kerja selama sekian tahun ataupun maksimal usia. Bahkan aku sering menemukan lowongan pekerjaan yang batas usia maksimal pelamar adalah 24 tahun untuk lulusan S1 dan 26 tahun untuk lulusan S2. Artinya apa? Aku sedang memanfaatkan peluang.
Kedua, bisnisku stuck di pendapatan angka terakhir. Nggak naik dan nggak turun drastis juga. Dulu, aku mendongkrak sales dengan teknik promosi berbayar. Tetapi karena aku perlu membiayai kuliahku sendiri sampai lulus dan wisuda, maka aku menggunakan tabunganku.
Ketiga, aku ingin mengimplementasikan apa yang sudah kupelajari mengenai Sistem Informasi ke sebuah perusahaan. Aku ingin berkontribusi di dalamnya.
Kedua, bisnisku stuck di pendapatan angka terakhir. Nggak naik dan nggak turun drastis juga. Dulu, aku mendongkrak sales dengan teknik promosi berbayar. Tetapi karena aku perlu membiayai kuliahku sendiri sampai lulus dan wisuda, maka aku menggunakan tabunganku.
Ketiga, aku ingin mengimplementasikan apa yang sudah kupelajari mengenai Sistem Informasi ke sebuah perusahaan. Aku ingin berkontribusi di dalamnya.
Keempat, dengan berat hati aku harus merelakan Instagram Business Account ku dan kalaupun lanjut berbisnis online, aku harus merintisnya dari awal lagi. Akunnya terdisabled entah mengapa dan aku nggak bisa mengaktifkannya lagi. Ini jadi salah satu pelajaran untukku kalau kita harus memiliki "rumah" sendiri dalam berbisnis. Kalau ibaratnya numpang di platform orang, lalu kemudian mereka menutupnya, kita bisa apa?
Apa hubungannya dengan masa depan?
Lihat, di masa pandemi covid-19 ini, dunia sedang dilanda krisis ekonomi, nggak hanya di Indonesia, tetapi global. Banyak bisnis yang gulung tikar alias bangkrut. Terjadi efisiensi dan pemotongan karyawan besar-besaran. Mungkin bagi mereka yang berbisnis lalu kemudian bangkrut, nggak mudah rasanya jika merintis usaha lain di saat kondisi seperti ini, apalagi jika merintis sesuatu yang baru dari nol lagi. Seandainya jika dia punya pengalaman kerja, prestasi, dan keahlian yang mumpuni mungkin bisa melamar pekerjaan. Tetapi bagaimana jika sudah nggak punya pengalaman kerja, hanya punya pengalaman usaha yang kemudian harus tutup, nggak punya pengalaman organisasi atau magang, belum ada pencapaian, dan ditambah usia yang sudah nggak lagi muda? Apalagi di kondisi saat ini yang dimana banyak sekali perusahaan yang mengefisiensikan jumlah karyawannya, pasti yang terpilih hanyalah mereka yang benar-benar memiliki kualitas. Sudah mampukah untuk bersaing?
Pengalaman kerja adalah salah satu bekal untukku di masa depan. Aku nggak tau apa yang akan terjadi nanti, tetapi yang jelas sekarang aku memanfaatkan kesempatan untuk berkarir selagi muda. Aku akan belajar dari para leaderku di kantor untuk dapat menjadi seorang pemimpin yang bijak dan cerdas.
Aku bukan bermaksud untuk menakut-nakuti atau ingin ada di zona nyaman karyawan, tetapi aku sedang mempersiapkan masa depanku. Aku akan mengutip beberapa nasihat Jack Ma.
Orang sukses itu selangkah lebih maju dibanding orang lain. Peluang dan realitanya lebih banyak mana antara orang yang sukses di usia dua puluhan atau orang yang gagal di usia dua puluhan karena nggak punya bekal dan prestasi?
Satu hal yang pasti, aku bukan Mark Zuckerberg, kamu bukan Mark Zuckerberg. Ini sama kayak statement "Ada kok orang nggak lulus SD tapi tetap sukses. Mark Zuckerberg saja drop out, saya drop out juga saja biar sukses."
Nggak gitu kan, guys?
Tapi kalau sudah terjun ke dunia kerja, pasti jadi terbiasa ada di zona nyaman dan takut untuk resign buat memulai usaha kan?
Tergantung apa tujuanmu bekerja. Kalau hanya sekedar rutinitas dan mendapatkan gaji semata, jelas akan takut. Tetapi beda halnya jika sudah memiliki keahlian. Bukan tentang apa pengalaman kebanyakan orang, tetapi tentang komitmen dan tujuan hidupmu. Ingin menjadi seorang pegawai sampai pensiun atau berwirausaha?
Sama halnya dengan kebanyakan orang yang nggak ingin lanjut S2 setelah bekerja saat lulus S1, tetapi jika punya motivasi dan tujuan yang jelas kenapa harus melanjutkan S2, pengalaman orang lain jadi nggak guna dan nggak akan mempengaruhi tujuan kita. Tetap bisa-bisa saja melanjutkan S2 walau sudah bekerja.
Kenapa sih banyak orang berlomba-lomba untuk jadi pegawai? Kenapa nggak pada berlomba-lomba untuk jadi pengusaha aja?
Well, nggak semua orang punya mental pengusaha. Apalagi orang yang selalu dididik untuk memiliki jiwa seorang pegawai, baik di lingkungan keluarga ataupun di bangku sekolah. Ada orang yang sukses menjadi pegawai, tetapi gagal ketika menjadi pengusaha. Kalau menurutmu pelajaran ekonomi itu seru dan pelajaran matematika itu membosankan, ada orang lain yang merasa bahwa pelajaran ekonomilah yang membosankan, karena dia ahli di bidang matematika, bukan ekonomi. Pada kenyataannya, nggak sedikit orang yang jatuh bangkrut karena memaksakan diri untuk menjadi pengusaha walaupun nggak punya skill tersebut. Menjadi seorang pengusaha itu nggak bisa hanya bermodalkan kerja keras dan keuletan saja, tapi perlu dibekali dengan mindset dan skill entrepreneurship juga kalau nggak mau bangkrut. Nggak bisa ditempuh hanya dalam waktu semalam. Nggak sedikit kan bisnis konglomerat yang akhirnya harus bangkrut ketika diteruskan turun temurun atau ke generasi berikutnya?
Kalau baru lulus kuliah dan nggak keterima seleksi rekrutmen pekerjaan, mulai usaha sendiri aja.
Coba tebak, apa yang aneh dari statement tersebut?
Awalnya aku juga berpikir begitu, memulai bisnis bisa kok tanpa modal selama ada niat. Ya memang bisa, tetapi untuk menjadi sukses dan berhasil itu butuh lebih dari sekedar niat. Katakanlah aku sangat berniat memasak nasi goreng, tetapi aku perlu memiliki bahan-bahan dan kemampuan yang baik dalam mengolah bahan-bahan tersebut sehingga bisa menghasilkan nasi goreng yang enak. Karena aku sudah pernah menjalani bisnis online sejak SMA dulu, aku tahu bagaimana perjuangan berdarah-darah merintisnya. Jujur, nggak semudah membalikkan telapak tangan. Aku harus menghabiskan jatah gagalku dan trial error berkali-kali. Nggak makan seharian. Nggak tidur seharian. Rugi jutaan rupiah. Diteror customer. Terpaksa nggak masuk sekolah. Dituduh penipu. Dan masih banyak lainnya.
Aku nggak bermaksud menakut-nakuti untuk berbisnis, tetapi kalian perlu mempersiapkan segala sesuatunya. Boleh memulai, tetapi harus diimbangi dengan peningkatan skill berbisnis setiap hari dan mental yang kuat, nggak gampang penyok kayak kaleng kerupuk. Karena berbisnis itu nggak cocok untuk orang yang sedikit-sedikit nangis, gagal sedikit nangis, rugi sedikit nangis, diblock orang nangis, dan lain sebagainya. Pebisnis itu berbeda dengan pedagang. Kalau pedagang yang penting jualan laku dan laris manis, tetapi kalau pebisnis lebih dari sekedar kejar target penjualan. Seorang pebisnis selalu memiliki perencanaan dan strategi bisnis ke depan, selalu berinovasi dan menuangkan ide bisnis untuk direalisasikan. Seorang pedagang mungkin hanya berpikir bagaimana cara melariskan jualan hari ini, tetapi seorang pebisnis berpikir mengenai strategi bagaimana cara menjadikan suatu produk tetap menarik di mata konsumen selama 10 tahun mendatang. Selalu berinovasi, berpikir bukan hanya hari ini, dan selalu berpikir ke depan.
Sebesar apapun perusahaan tempatmu bekerja, kamu tetap seorang pegawai. Sekecil apapun bisnismu, kamulah bosnya.
Ya, nggak salah sih memang. Tetapi pertanyaannya, apakah orang tersebut sudah layak menjadi seorang bos atau leader? Tolong jangan memandang posisi seorang leader ini sebelah mata, memimpin sebuah team itu nggak semudah membalikkan telapak tangan.
Seorang leader itu memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar, menciptakan sebuah perubahan dan inovasi, memiliki skill leadership, dan keahlian-keahlian lainnya. Kalau kamu belum bisa menjadi seorang leader yang baik, belajarlah dulu dari seorang pemimpin yang lebih berpengalaman untuk menciptakan team yang berkualitas, belajar darinya. Karena kalau enggak, itu akan berdampak ke team mu dan menjadi boomerang sendiri bagi masa depan bisnismu.
Aku sendiri belajar banyak soal kepemimpinan selama aku menjadi karyawan di kantorku yang sekarang ini. Kok bisa? Kan padahal bukan aku yang memimpin.
Well, aku memperhatikan supervisor dan managerku, bagaimana cara mereka memimpin team kami. Ditambah, aku beberapa kali diassign untuk mensupport dan memberi arahan seputar project ke karyawan baru di unit kerjaku. Sebagai seorang team member, aku merasakan bagaimana rasanya dipimpin oleh manager A dan bagaimana jika dipimpin oleh manager B. Sampai pada akhirnya aku belajar bagaimana rasanya menjadi seorang team member dan seperti apa seorang member ingin diperlakukan oleh leadernya. Aku tahu karena aku pernah ada di posisi seorang member, yang mungkin aku nggak akan pernah mengetahui hal ini kalau aku nggak pernah menjadi seorang bawahan.
Aku termotivasi dengan salah satu managerku, aku senang dengan caranya memimpin kami. Kini aku tahu, betapa pentingnya sebuah apresiasi, sekecil apapun itu. Kita akan disebut sebagai pemimpin yang berhasil kalau team kita berhasil. Aku akan cerita sedikit mengenai ini, mungkin akan sedikit panjang.
Kalau kalian tahu budaya perusahaan corporate, pasti sudah nggak asing dengan tingkatan dan hierarki. Yaps, masih terdapat banyak lapisan yang membuatku sulit untuk berelasi dengan manager dan petinggi-petinggi perusahaan lainnya. Lebih diwajibkan untuk mengupdate apapun ke direct supervisor. Mungkin jarang mendapatkan apresiasi setiap ada kemajuan, tetapi kesalahan-kesalahan baik itu besar dan kecil selalu diperhitungkan, sangat.
Aku pernah ada di posisi jenuh bekerja disana. Datang ke kantor saja sudah seperti beban sehari-hari bagiku. Nggak punya motivasi kenapa aku harus bekerja dan mencapai sesuatu disana. Bahkan, aku sempat melamar pekerjaan ke perusahaan lain dan berencana untuk melanjutkan bekerja selama 6 bulan saja, lalu pindah ke perusahaan baru. Beberapa kali aku bertanya ke orang-orang yang sudah lebih berpengalaman "Sebenarnya kapan dan dalam kondisi apa yang tepat untuk kita memutuskan resign?" Dan finally, ternyata kini malah aku yang menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan perspektif dan pengalamanku sendiri 😂
Kalau mau tahu jawabannya, kalian bisa akses ke artikel ini 7 Etika Dasar Profesional Dalam Bekerja. Ada di poin nomor tujuh.
Aku bekerja seadanya, bahkan dari yang sebelumnya aku berusaha untuk totalitas dan maksimal dalam mengerjakan project sampai malam, akhirnya aku menjadi hitung-hitungan. Kalau lembur sedikit nggak dibayar, aku nggak akan mau kerja lebih dari 8 jam. Aku selalu tutup laptop setiap jam kerja sudah berakhir. Aku akan mendeliver sebuah project yang penting nggak melebihi deadline, persetan dengan deliver lebih cepat, nggak peduli lagi. Aku berpikir lebih baik sisa waktu yang kupunya aku alokasikan untuk kegiatan lain seperti course dan training. Toh ini bisa menjadi bekal bagiku jika melamar pekerjaan lain. Sekian lama aku bekerja hanya karena tuntutan pekerjaan dan rutinitas.
Sampai akhirnya, aku menemukan sesuatu yang berbeda dengan salah satu managerku ini. Setiap kali project mau release, dia selalu ingin discuss dengan kami a.k.a staf biasa sepertiku mengenai project itu, dia mau mendengarkan kami. Dia juga bertanya mengenai sesuatu hal yang mungkin awalnya tak terpikirkan olehku, yang dimana hal itu bisa menjadi pembelajaran bagiku di next project. Saat awal-awal discuss, aku kurang memahami salah satu project karena sangat kompleks cakupannya, apalagi aku nggak handle project ini dari awal. Karena kondisi jenuh bekerja, aku juga enggan untuk mempelajari lebih lanjut. Alhasil, aku nggak bisa menjawab beberapa pertanyaannya. Untuk first impression, mungkin mengecewakan. Tetapi alih-alih mencaci maki, dia justru memberikan saran dan instruksi apa yang seharusnya aku lakukan ke depannya, apa yang perlu kuperbaiki agar menjadi lebih baik.
Beberapa kali kami discuss seputar project itu, dan karena aku tahu pasti akan ditanyakan beberapa pertanyaan seperti yang sebelum-sebelumnya, maka mau nggak mau aku harus prepare. Sampai akhirnya aku mendapatkan info kalau dia mengapresiasi hasil kerjaku. "Dari yang awalnya dia nggak paham soal project X ini, sekarang akhirnya dia bisa menjawab pertanyaan saya dan menjelaskannya ke saya. Ini sebuah awal perkembangan yang baik."
Mungkin terdengar sepele, tetapi sebuah support, saran, arahan, dan apresiasi itu sangat penting bagi team member ketimbang selalu menyalahkan dan memaki-maki, sekecil apapun itu. Semangat kerjaku kembali. Nggak terasa, kini aku sudah satu tahun bekerja. Bukan manja ingin disanjung, tetapi hal itu justru akan membuat para karyawan merasa hasil kerja kerasnya dihargai dan ternyata nggak sia-sia lho. Di release berikutnya, aku mempelajari tentang project tersebut lebih mendetail, sampai bertanya ke satu per satu user dan menelepon mereka. Aku akan mengusahakan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Walaupun semisal harus lembur nggak dibayar, aku nggak keberatan melakukannya. Karena aku enjoy dengan apa yang kulakukan. Demikianlah bukan lagi sebuah beban. Karena melalui apresiasi itu, aku jadi tahu kalau ternyata apa yang kulakukan masih memiliki peran dan kontribusi yang baik. Beda halnya jika selalu dimarahi dan disalah-salahkan, mungkin jadi merasa semuanya sia-sia dan percuma.
Itu salah satu contoh bagaimana sudut pandang seorang team member ingin diperlakukan. Alih-alih menyalahkan, tetapi justru memimpin, berjalan, dan berprogress bersama. Aku nggak akan pernah tahu impact dari apresiasi kecil macam ini ternyata berperan besar kalau nggak pernah menjadi seorang member.
Apakah kamu ke depannya tetap memutuskan untuk bekerja atau berbisnis?
Cita-citaku sejak dulu belum sirna sampai sekarang. Yaps, menjadi seorang entrepreneur. Dengan aku bekerja, bukan berarti aku lupa atau menjadi nggak berkeinginan lagi menjadi pengusaha. Aku sedang mempersiapkannya dan aku memiliki cara sendiri untuk mewujudkannya.
Bekerja atau berbisnis, keduanya adalah keputusan yang baik dan memiliki kelebihan serta kelemahan masing-masing. Kalau kamu sudah siap untuk menjadi seorang pengusaha, maka lakukanlah dan jangan menundanya. Seorang pengusaha adalah seseorang yang selangkah lebih maju ketimbang orang biasa. Tetapi kalau perlu mencapai sesuatu di level karyawan atau ingin menjadi pemimpin di sebuah perusahaan besar, nggak ada salahnya kok. Terlepas dimanapun dan di posisi apa kita bekerja, ciptakan dan berikan kontribusi sebaik mungkin.
Well, ini adalah artikelku yang membutuhkan waktu terlama untuk menuliskannya. Ini sudah hari kedua draft. Baiklah, sekian dulu. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca :)
"Ketika kamu berusia 20-30 tahun, kamu harus bekerja dan memiliki petinggi yang baik. Kamu juga harus bergabung di perusahaan yang bagus untuk belajar."
"Sebelum usia 20 tahun, jadilah murid yang baik. Kalau mau berbisnis, pelajari pengalamannya. Sebelum usia 30 tahun, ikutilah seseorang, bekerjalah di perusahaan kecil. Meskipun umumnya di perusahaan besar sangatlah baik untuk belajar proses pengerjaan. Namun, jika Anda ada di perusahaan kecil, belajarlah tentang semangat dan impian.
Sebenarnya, ketika Anda menginjak usia di bawah 30 tahun, tidak masalah di mana perusahaan Anda bekerja, tetapi yang jadi masalah adalah siapa bos Anda, siapa yang memimpin Anda, karena bos yang baik akan mengajari Anda dengan baik."Tapi kan banyak orang yang sukses di usia dua puluhan, seperti Mark Zuckerberg.
Orang sukses itu selangkah lebih maju dibanding orang lain. Peluang dan realitanya lebih banyak mana antara orang yang sukses di usia dua puluhan atau orang yang gagal di usia dua puluhan karena nggak punya bekal dan prestasi?
Satu hal yang pasti, aku bukan Mark Zuckerberg, kamu bukan Mark Zuckerberg. Ini sama kayak statement "Ada kok orang nggak lulus SD tapi tetap sukses. Mark Zuckerberg saja drop out, saya drop out juga saja biar sukses."
Nggak gitu kan, guys?
Tapi kalau sudah terjun ke dunia kerja, pasti jadi terbiasa ada di zona nyaman dan takut untuk resign buat memulai usaha kan?
Tergantung apa tujuanmu bekerja. Kalau hanya sekedar rutinitas dan mendapatkan gaji semata, jelas akan takut. Tetapi beda halnya jika sudah memiliki keahlian. Bukan tentang apa pengalaman kebanyakan orang, tetapi tentang komitmen dan tujuan hidupmu. Ingin menjadi seorang pegawai sampai pensiun atau berwirausaha?
Sama halnya dengan kebanyakan orang yang nggak ingin lanjut S2 setelah bekerja saat lulus S1, tetapi jika punya motivasi dan tujuan yang jelas kenapa harus melanjutkan S2, pengalaman orang lain jadi nggak guna dan nggak akan mempengaruhi tujuan kita. Tetap bisa-bisa saja melanjutkan S2 walau sudah bekerja.
Kenapa sih banyak orang berlomba-lomba untuk jadi pegawai? Kenapa nggak pada berlomba-lomba untuk jadi pengusaha aja?
Well, nggak semua orang punya mental pengusaha. Apalagi orang yang selalu dididik untuk memiliki jiwa seorang pegawai, baik di lingkungan keluarga ataupun di bangku sekolah. Ada orang yang sukses menjadi pegawai, tetapi gagal ketika menjadi pengusaha. Kalau menurutmu pelajaran ekonomi itu seru dan pelajaran matematika itu membosankan, ada orang lain yang merasa bahwa pelajaran ekonomilah yang membosankan, karena dia ahli di bidang matematika, bukan ekonomi. Pada kenyataannya, nggak sedikit orang yang jatuh bangkrut karena memaksakan diri untuk menjadi pengusaha walaupun nggak punya skill tersebut. Menjadi seorang pengusaha itu nggak bisa hanya bermodalkan kerja keras dan keuletan saja, tapi perlu dibekali dengan mindset dan skill entrepreneurship juga kalau nggak mau bangkrut. Nggak bisa ditempuh hanya dalam waktu semalam. Nggak sedikit kan bisnis konglomerat yang akhirnya harus bangkrut ketika diteruskan turun temurun atau ke generasi berikutnya?
Kalau baru lulus kuliah dan nggak keterima seleksi rekrutmen pekerjaan, mulai usaha sendiri aja.
Coba tebak, apa yang aneh dari statement tersebut?
Awalnya aku juga berpikir begitu, memulai bisnis bisa kok tanpa modal selama ada niat. Ya memang bisa, tetapi untuk menjadi sukses dan berhasil itu butuh lebih dari sekedar niat. Katakanlah aku sangat berniat memasak nasi goreng, tetapi aku perlu memiliki bahan-bahan dan kemampuan yang baik dalam mengolah bahan-bahan tersebut sehingga bisa menghasilkan nasi goreng yang enak. Karena aku sudah pernah menjalani bisnis online sejak SMA dulu, aku tahu bagaimana perjuangan berdarah-darah merintisnya. Jujur, nggak semudah membalikkan telapak tangan. Aku harus menghabiskan jatah gagalku dan trial error berkali-kali. Nggak makan seharian. Nggak tidur seharian. Rugi jutaan rupiah. Diteror customer. Terpaksa nggak masuk sekolah. Dituduh penipu. Dan masih banyak lainnya.
Aku nggak bermaksud menakut-nakuti untuk berbisnis, tetapi kalian perlu mempersiapkan segala sesuatunya. Boleh memulai, tetapi harus diimbangi dengan peningkatan skill berbisnis setiap hari dan mental yang kuat, nggak gampang penyok kayak kaleng kerupuk. Karena berbisnis itu nggak cocok untuk orang yang sedikit-sedikit nangis, gagal sedikit nangis, rugi sedikit nangis, diblock orang nangis, dan lain sebagainya. Pebisnis itu berbeda dengan pedagang. Kalau pedagang yang penting jualan laku dan laris manis, tetapi kalau pebisnis lebih dari sekedar kejar target penjualan. Seorang pebisnis selalu memiliki perencanaan dan strategi bisnis ke depan, selalu berinovasi dan menuangkan ide bisnis untuk direalisasikan. Seorang pedagang mungkin hanya berpikir bagaimana cara melariskan jualan hari ini, tetapi seorang pebisnis berpikir mengenai strategi bagaimana cara menjadikan suatu produk tetap menarik di mata konsumen selama 10 tahun mendatang. Selalu berinovasi, berpikir bukan hanya hari ini, dan selalu berpikir ke depan.
Sebesar apapun perusahaan tempatmu bekerja, kamu tetap seorang pegawai. Sekecil apapun bisnismu, kamulah bosnya.
Ya, nggak salah sih memang. Tetapi pertanyaannya, apakah orang tersebut sudah layak menjadi seorang bos atau leader? Tolong jangan memandang posisi seorang leader ini sebelah mata, memimpin sebuah team itu nggak semudah membalikkan telapak tangan.
Seorang leader itu memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar, menciptakan sebuah perubahan dan inovasi, memiliki skill leadership, dan keahlian-keahlian lainnya. Kalau kamu belum bisa menjadi seorang leader yang baik, belajarlah dulu dari seorang pemimpin yang lebih berpengalaman untuk menciptakan team yang berkualitas, belajar darinya. Karena kalau enggak, itu akan berdampak ke team mu dan menjadi boomerang sendiri bagi masa depan bisnismu.
Aku sendiri belajar banyak soal kepemimpinan selama aku menjadi karyawan di kantorku yang sekarang ini. Kok bisa? Kan padahal bukan aku yang memimpin.
Well, aku memperhatikan supervisor dan managerku, bagaimana cara mereka memimpin team kami. Ditambah, aku beberapa kali diassign untuk mensupport dan memberi arahan seputar project ke karyawan baru di unit kerjaku. Sebagai seorang team member, aku merasakan bagaimana rasanya dipimpin oleh manager A dan bagaimana jika dipimpin oleh manager B. Sampai pada akhirnya aku belajar bagaimana rasanya menjadi seorang team member dan seperti apa seorang member ingin diperlakukan oleh leadernya. Aku tahu karena aku pernah ada di posisi seorang member, yang mungkin aku nggak akan pernah mengetahui hal ini kalau aku nggak pernah menjadi seorang bawahan.
Aku termotivasi dengan salah satu managerku, aku senang dengan caranya memimpin kami. Kini aku tahu, betapa pentingnya sebuah apresiasi, sekecil apapun itu. Kita akan disebut sebagai pemimpin yang berhasil kalau team kita berhasil. Aku akan cerita sedikit mengenai ini, mungkin akan sedikit panjang.
Kalau kalian tahu budaya perusahaan corporate, pasti sudah nggak asing dengan tingkatan dan hierarki. Yaps, masih terdapat banyak lapisan yang membuatku sulit untuk berelasi dengan manager dan petinggi-petinggi perusahaan lainnya. Lebih diwajibkan untuk mengupdate apapun ke direct supervisor. Mungkin jarang mendapatkan apresiasi setiap ada kemajuan, tetapi kesalahan-kesalahan baik itu besar dan kecil selalu diperhitungkan, sangat.
Aku pernah ada di posisi jenuh bekerja disana. Datang ke kantor saja sudah seperti beban sehari-hari bagiku. Nggak punya motivasi kenapa aku harus bekerja dan mencapai sesuatu disana. Bahkan, aku sempat melamar pekerjaan ke perusahaan lain dan berencana untuk melanjutkan bekerja selama 6 bulan saja, lalu pindah ke perusahaan baru. Beberapa kali aku bertanya ke orang-orang yang sudah lebih berpengalaman "Sebenarnya kapan dan dalam kondisi apa yang tepat untuk kita memutuskan resign?" Dan finally, ternyata kini malah aku yang menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan perspektif dan pengalamanku sendiri 😂
Kalau mau tahu jawabannya, kalian bisa akses ke artikel ini 7 Etika Dasar Profesional Dalam Bekerja. Ada di poin nomor tujuh.
Aku bekerja seadanya, bahkan dari yang sebelumnya aku berusaha untuk totalitas dan maksimal dalam mengerjakan project sampai malam, akhirnya aku menjadi hitung-hitungan. Kalau lembur sedikit nggak dibayar, aku nggak akan mau kerja lebih dari 8 jam. Aku selalu tutup laptop setiap jam kerja sudah berakhir. Aku akan mendeliver sebuah project yang penting nggak melebihi deadline, persetan dengan deliver lebih cepat, nggak peduli lagi. Aku berpikir lebih baik sisa waktu yang kupunya aku alokasikan untuk kegiatan lain seperti course dan training. Toh ini bisa menjadi bekal bagiku jika melamar pekerjaan lain. Sekian lama aku bekerja hanya karena tuntutan pekerjaan dan rutinitas.
Sampai akhirnya, aku menemukan sesuatu yang berbeda dengan salah satu managerku ini. Setiap kali project mau release, dia selalu ingin discuss dengan kami a.k.a staf biasa sepertiku mengenai project itu, dia mau mendengarkan kami. Dia juga bertanya mengenai sesuatu hal yang mungkin awalnya tak terpikirkan olehku, yang dimana hal itu bisa menjadi pembelajaran bagiku di next project. Saat awal-awal discuss, aku kurang memahami salah satu project karena sangat kompleks cakupannya, apalagi aku nggak handle project ini dari awal. Karena kondisi jenuh bekerja, aku juga enggan untuk mempelajari lebih lanjut. Alhasil, aku nggak bisa menjawab beberapa pertanyaannya. Untuk first impression, mungkin mengecewakan. Tetapi alih-alih mencaci maki, dia justru memberikan saran dan instruksi apa yang seharusnya aku lakukan ke depannya, apa yang perlu kuperbaiki agar menjadi lebih baik.
Beberapa kali kami discuss seputar project itu, dan karena aku tahu pasti akan ditanyakan beberapa pertanyaan seperti yang sebelum-sebelumnya, maka mau nggak mau aku harus prepare. Sampai akhirnya aku mendapatkan info kalau dia mengapresiasi hasil kerjaku. "Dari yang awalnya dia nggak paham soal project X ini, sekarang akhirnya dia bisa menjawab pertanyaan saya dan menjelaskannya ke saya. Ini sebuah awal perkembangan yang baik."
Mungkin terdengar sepele, tetapi sebuah support, saran, arahan, dan apresiasi itu sangat penting bagi team member ketimbang selalu menyalahkan dan memaki-maki, sekecil apapun itu. Semangat kerjaku kembali. Nggak terasa, kini aku sudah satu tahun bekerja. Bukan manja ingin disanjung, tetapi hal itu justru akan membuat para karyawan merasa hasil kerja kerasnya dihargai dan ternyata nggak sia-sia lho. Di release berikutnya, aku mempelajari tentang project tersebut lebih mendetail, sampai bertanya ke satu per satu user dan menelepon mereka. Aku akan mengusahakan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Walaupun semisal harus lembur nggak dibayar, aku nggak keberatan melakukannya. Karena aku enjoy dengan apa yang kulakukan. Demikianlah bukan lagi sebuah beban. Karena melalui apresiasi itu, aku jadi tahu kalau ternyata apa yang kulakukan masih memiliki peran dan kontribusi yang baik. Beda halnya jika selalu dimarahi dan disalah-salahkan, mungkin jadi merasa semuanya sia-sia dan percuma.
Itu salah satu contoh bagaimana sudut pandang seorang team member ingin diperlakukan. Alih-alih menyalahkan, tetapi justru memimpin, berjalan, dan berprogress bersama. Aku nggak akan pernah tahu impact dari apresiasi kecil macam ini ternyata berperan besar kalau nggak pernah menjadi seorang member.
Apakah kamu ke depannya tetap memutuskan untuk bekerja atau berbisnis?
Cita-citaku sejak dulu belum sirna sampai sekarang. Yaps, menjadi seorang entrepreneur. Dengan aku bekerja, bukan berarti aku lupa atau menjadi nggak berkeinginan lagi menjadi pengusaha. Aku sedang mempersiapkannya dan aku memiliki cara sendiri untuk mewujudkannya.
Bekerja atau berbisnis, keduanya adalah keputusan yang baik dan memiliki kelebihan serta kelemahan masing-masing. Kalau kamu sudah siap untuk menjadi seorang pengusaha, maka lakukanlah dan jangan menundanya. Seorang pengusaha adalah seseorang yang selangkah lebih maju ketimbang orang biasa. Tetapi kalau perlu mencapai sesuatu di level karyawan atau ingin menjadi pemimpin di sebuah perusahaan besar, nggak ada salahnya kok. Terlepas dimanapun dan di posisi apa kita bekerja, ciptakan dan berikan kontribusi sebaik mungkin.
Well, ini adalah artikelku yang membutuhkan waktu terlama untuk menuliskannya. Ini sudah hari kedua draft. Baiklah, sekian dulu. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca :)